Teras Narang Setuju Pemilihan Bupati Dikembalikan ke DPRD

47
Ketua Komite I DPD RI Teras Narang saat menjelaskan perlunya pemilihan bupati dan walikota dikembalikan ke DPRD

Jakarta, BP–Ketua Komite I DPD RI Teras Narang menegaskan, masih terbuka pemilihan kepala daerah (pilkada) gubernur, bupati dan walikota) dikembalikan ke DPRD. Dan tidak perlu mengamandemen UUD 1945.
“Untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD masih terbuka karena dalam UUD 1945 disebutkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis. Tapi untuk presiden dipilih langsung rakyat,” ujar Teras di ruangan wartawan DPR Jakarta, Kamis (14/11), dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Apakah Pemilihan Kepala Daerah Dikembalikan ke DPRD?’
Teras menyetujui jika pilkada dikembalikan ke DPRD, tapi hanya untuk pemilihan bupati dan walikota. Untuk pemilihan gubernur tetap dilakukan secara langsung.
“Untuk gubernur dipilih langsung oleh rakyat dalam pilkada sertentak karena kapasitas gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah,” kata Teras.
Menurut Teras, pilkada pemilihan langsung di tingkat provinsi agar konsep presiden, konsep wakil pemerintah pusat di daerah berada dalam satu alur.
“Karena kapasitas gubernur sebagai pembina, pengawas dan pemberi supervisi terhadap kabupaten kota, maka pemilihannya langsung. Di bawah presiden itu langsung gubernur yang mengoordinasikan semua program yang dilaksanakan Presiden,” jelasnya.
Alasan Teras menyetujui Pilkada bupati dan walikota dikembalikan ke DPRD untuk penghematan anggaran negara dan menimalisir konflik di tengah masyarakat.
Dia menambahkan, untuk memilih Gubernur dan ditambah satu pemilihan pasangan kepala daerah di kabupaten, bisa menghabiskan biaya kurang lebih Rp327 miliar.

Baca Juga:  Sosialisasi Empat Pilar Membangun Kesadaran Sejak Dini

“Itu hanya pemilihan satu gubernur dan satu kabupaten kota. Jadi saya bilang mahal sekali. Saya berfikir, bagaimana kalau uang Rp327 miliar ini dijadikan untuk membangun Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA, Puskesmas kita tambah dan lain sebagainya,” jelasnya.
Sedangkan dana yang dihabiskan pemilihan kepala daerah lewat DPRD tidak lebih dari Rp5 miliar.
Dikatakan, jika mengikuti perkembangan dalam pilkada langsung, terjadi konflik yang luar biasa. Kadang-kadang satu rumah bisa bermusuhan..
Diakui Teras, proses awal pembuatan UU itu dimulai dari Undang-Undang 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan kemudian diubah dengan 32 tahun 2004 dan terakhir dirubahkan lagi menjadi Undang-Undang 23 tahun 2014.
“Perubahan ini saya tahu betul. Kebetulan saya dipercaya sebagai Ketua Komisi II DPR RI pada saat itu. Saya ketua yang menangani permasalahan ini. Memang terjadi satu perdebatan yang luar biasa, tidak terhadap presiden, karena terhadap presiden dan wakil presiden itu sudah final,” paparnya.#duk

Komentar Anda
Loading...