Pejuang Api, Semangat Pakai Dexlite dan Pertamax Untuk Padamkan Karhutla

56
Pejuang api dari BPBD Ogan Ilir menggunakan bahan bakar non subsidi pertamax dan dexlite untuk melaksanakan tugas pemadaman karhutla.

CEMAS dan khawatir adalah rasa yang kerap menghantui pejuang api saat bertugas memadamkan kobaran api di wilayah kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ogan Ilir (OI), Provinsi Sumsel. Mata perih, sesak napas, badan lecet, dan bertemu hal yang tak mengenakkan adalah hal biasa yang kerap dialami para pejuang api ini. Meski begitu senyum dan semangatnya tetap membara saat berkendara menggunakan dexlite dan menyemprotkan mesin pompa bertekanan tinggi berbahan bakar pertamax untuk memadamkan kobaran api di lahan yang terbakar. Bagi mereka menggunakan bahan bakar nonsubsidi lebih optimal hasil kerjanya dibandingkan menggunakan solar atau premium

Selasa (5/11) siang, cuaca cukup terik, asap pun masih menyelimuti Bumi Caram Seguguk, bahkan sebarannya sampai ke Palembang, OKI, Banyuasin, dan lainnya, namun semangat sang pejuang api bernama Fahmi (55) tak luntur untuk memadamkan api akibat kebakaran lahan dan hutan (karhutla) yang terjadi di Desa Rambutan, Kecamatan Inderalaya Utara. Menurutnya sudah lebih dari 10 tahun mengabdikan diri di BPBD OI, sesak napas, mata pedih, badan lecet, kaki keseleo, bahkan bertemu berbagai binatang seperti ular sawo, ular sanca, ular cobra, babi, kura-kura, monyet, dan hantu adalah hal yang kerap terjadi saat dirinya bersama rekan kerjanya memadamkan api di lahan yang terbakar.

Dikatakannya ada 87petugas satgas dari tortal 95 orang BPBD OI yang bertugas untuk memadamkan api karhutla, jumlah petugas tersebut dibagi 5 regu, sementara mobil tanki air berbahan bakar dexlite sebanyak 1 unit tankinya bisa mengakut 5000 liter air, menggunakan mesin pompa pemadam bertekanan tinggi, 2 unit mobil rescue, mesin pompa pemadam bertekanan tinggi 5 unit berbahan bakar pertamax, mesin sprayer juga berbahan bakar pertamax bisa menampung air 18 liter, selain itu alat lain seperti sapu api dan sebagainya

Satgas BPBD OI Yudha Ilham Pratama didampingi Andi Putra mengatakan terkadang saat akan memadamkan api, petugas kesulitan soal akses jalan yang susah ditempuh akibatnya kendaraan tidak bisa mendekat ke lokasi terjadinya kebakaran lahan, petugas berjalan kaki menggotong mesin untuk melakukan pemadaman api manual. Disebutkannya bahwa kebakaran lahan terjadi sejak Januari namun jumlah titik api sangat kecil, puncak kebakaran dan kemarau terjadi Juli, Agustus, September, Oktober sampai pertengahan November. Untuk Oktober jumlah hotspot di Sumsel yaitu 1297 hotspot, OI sebanyak 31 hotspot, terbanyak di OKI 868 hotspot, Muba 122 hotspot dan Banyuasin 81 hotspot.

Baca Juga:  Satgas Karhutla Gelar Istiqosah dan Sholawat Minta Hujan

Untuk luas lahan di OI yang terbakar yaitu lahan pertanian dan perkebunan lebih dari 750ha, di Kecamatan Inderalaya, Inderalaya Utara, Pemulutan, Pemulutan Barat, Rantau alay, Tanjungraja, Tanjungbatu, Muarakuang, Lubuk keliat.
“Ya memang banyak lahan tidur dan perkubunan yang terbakar, tanahnya mineral dan gambut, sifatnya ekosistem rawa, namun titik api yang ditangani BPBD OI sejak Januari hingga saat ini ada 245 hotspot, khususnya dominasi hotspot di lahan yang terbakar daerah Kecamatan Inderalaya Utara, Pemulutan dan Pemulutan abarat, bahkan banyak juga asap kiriman dari kabupaten tetangga,” kata Yudha kemarin.

Ia juga menjelaskan bahwa bahan bakar yang digunakan untuk menunjang transportasi dan peralatan pemadaman api seperti untuk mobil tanki air dan mobil rescue yang dominan menggunakan dexlite, sementara untuk bahan bakar mesin pompa pemadam bertekanan tinggi, mesin sprayer berbahan bakar pertamax.

“Sebenarnya mobil kami ini sifatnya sebagai sarana kedaruratan, menggunakan sirene warna merah jadi boleh saja menggunakan bahan bakar bersubsidi, namun karena mesin kendaraan lebih baik menggunakan bahan bakar non subsidi, jadi kami dominansi pakai bahan bakar dexlite dan pertamax yang non subsidi. Sekarang jamannya move on dari bahan bakar bersubsidi menjadi bahan bakar non subsidi. Ini juga mendukung program pemerintah.

Jika beban APBN berkurang untuk subsidi bahan bakar, otomatis uang belanja negara bisa digunakan untuk pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Selain itu kandungan oktan di pertamax lebih tinggi, sementara untuk penggunaan mobil diesel memakai dexlite karena lebih nendang dibanding dengan solar, makin bagus untuk pembakaran mesin. Kalau seminggu totalnya kita gunakan bahan bakar ratusan liter, tergantung jarak tempuh lokasi dengan biaya jutaan rupiah perminggu. Sementara untuk perawatan kendaraan dilakukan sesering mungkin, dengan biaya Rp1,5 juta per minggu,” ujarnya

Kepala Pelaksana BPBD OI Jamhuri, Ssos didampingi Kasi Rehab dan Konstruksi BPBD OI Rulian Topanda, SH, Msi mengatakan pekerjaan pejuang api sangat mulia, bergaji kecil hanya Rp1,5 juta/bulan namun semangat mereka tak pernah lenyap untuk memadamkan api akibat kebakaran lahan. “Selagi masih ada hotspot satgas terus terjun ke lapangan. Pekerjaan ini sangat mulia, membantu masyarakat apalagi kerab bertemu hal-hal gaib, petugas juga sering terkena gigitan tawon, bertemu ular sanca, kura kura, dan sebagainya. Kita ingin usaha pejuang api untuk memadamkan api karena karhutlah berjalan baik, tentunya harus didukung dengan bahan bakar non subsidi yang berkualitas untuk alat transportasi dan alat pemadaman api,” kata Jamhuri.

Baca Juga:  Dishub Gelar Razia, 150 Angkutan Umum Terjaring

Petugas SPBU Romi Herton 24306137 Hafiz mengatakan dalam sehari SPBU tempat dirinya bekerja bisa menjual pertamax sebanyak 3ton/hari, premium 8ton/hari dan pertalite 8-10 ton/hari. Sementara dexlite 5 ton/hari, solar 7ton/hari. Untuk harga jual sama seperti SPBU lainnya yaitu pertamax Rp10.050/liter, premium Rp6.450/liter, pertalite Rp7850/liter, solar Rp9.600/liter, dexlite Rp10.200/liter

“Rata-rata pendapatan per hari bisa puluhan juta, memang jumlah penjualan pertamax lebih sedikit namun makin hari pertambahan pengguna pertamax dan dexlite cukup signifikan. Banyak masyarakat yang menggunakan pertamax yang mengandung oktan 92 dan tanpa timbal ini. Pengguna pertamax memilih bahan bakar ini meskipun harga sedikit mahal, namun dipercaya lebih irit, mesin tidak mudah panas, lebih bersih dan lebih enteng tarikan mesinnya,” ujar Hafiz.

Region Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Sumatera Bagian Selatan Rifky Rakhman Yusuf

Region Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Sumatera Bagian Selatan Rifky Rakhman Yusuf mengatakan rata-rata penjualan bahan bakar di 7 SPBU OI per hari yaitu untuk premium 8 kilo liter, untuk pertalite 16 kiloliter, pertamax 3 kiloliter, solar 10 kilo liter, dexlite 15 kiloliter, sementara untuk SPBU di Sumsel per-harinya dibutuhan suplay ratusan kiloliter bahan bakar. Dikatakannya, kandungan oktan pertalite yaitu 90, kandungan oktan pertamax 92 dan kandungan oktan premium sebanyak 88.

 

”Sehingga bahan bakar ber-oktan tinggi menjadikan proses pembakaran lebih sempurna sehingga menghasilkan tenaga yang lebih besar. Untuk mesin injeksi perawatan akan lebih mudah karena lubang intake lebih bersih dibanding menggunakan premium. Kompresi yang sempurna akan membuat suara mesin menjadi lebih halus,” kata Rifky.

 

Menurutnya dalam menghasilkan pertamax ditambahkan zat aditif dalam proses pengolahannya, sehingga zat pembakaran dan proses pencampuran bahan bakar dan udara yang masuk ke ruang bakar lebih sempurna dapat menghasilkan tenaga yang lebih besar. Selain itu membuat ruang bakar lebih bersih, untuk mesin injeksi saat melakukan perawatan akan lebih mudah, karena lubang intake lebih bersih dibanding menggunakan premium, sehingga suara mesin lebih halus.

Baca Juga:  Fatwa Haram Tak Pengaruhi Jumlah Peserta BPJS OI

 

Dikatakan Rifky, meskipun harga pertamax lebih mahal namun mengandung oktan 92 dan tanpa timbal sehingga menghasilkan gas buang yang lebih ramah lingkungan, sementara bensin yaitu harga lebih murah, ber- oktan 88, mengandung timbal, gas buang masih mengandung CO2 dan sebagainya.

Sementara untuk dexlite memiliki Cetane Number (CN) yang lebih besar dari solar. Kandungan dexlite CN 51, sementara solar kandungan CN sebesar 48.
Dari segi emisi dexlite lebih baik ketimbang solar yang memiliki kandungan sulfur maksimal 2.500 ppm, sementara dexlite maksimal 1.200 ppm.

Sementara itu, keunggulan dexlite yaitu rendah sulfur bisa membersihkan mesin, mencegah karat, kontamisasi air dan foaming. “Pendek kata dexlite sangat tepat bagi kendaraan diesel yang menginginkan performa maksimal dan powerful,” jelasnya.

Bupati Ogan Ilir H Ilyas Panji Alam

Bupati Ogan Ilir H Ilyas Panji Alam mengatakan sangat mendukung masyarakat yang sudah lebih tertarik menggunakan bahan bakar non subsidi seperti dexlite dan pertamax. Bahkan untuk itu bupati mewajibkan semua kendaraan dinas di daerahnya menggunakan bahan bakar kendaraan nonsubsidi hal tersebut sesuai aturan Menteri ESDM No.1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak ini sudah dikeluarkan dan berlaku sejak 2 Januari 2013.

Gubernur Sumsel H Herman Deru didampingi Wagub Sumsel H Mawardi Yahya

“Alhamdulillah di Pemkab OI kendaraan dinas memang dilarang menggunakan bensin ataupun solar yang disubsidi, jadi kita gunakan pertamax dan dexlite. Apalagi saat ini banyak masyarakat menggunakan bahan bakar non subsidi, jadi sangat mendukung karena mengurangi beban APBN untuk subsidi bahan bakar. Sehingga dananya bisa disalurkan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas ekonomi, pendidikan, kesehatan lainnya,“ ujarnya.

Gubernur Sumsel H Herman Deru didampingi Wagub Sumsel H Mawardi Yahya mengatakan penggunaan bahan bakar non subsidi seperti pertamax dan dexlite sebagai wujud menahan laju subsidi BBM dengan mengurangi volume konsumsi. Sehingga Pemerintah Sumsel mengeluarkan aturan yang melarang mobil dinas PNS, BUMN/BUMD, serta TNI/Polri menggunakan BBM subsidi berupa premium dan solar, diganti menjadi bahan bakar non subsidi seperti pertamax, dexlite dan sebagainya. # henny primasari

Komentar Anda
Loading...