Larangan Angkutan Batubara Melintasi Jalan Umum Bertentangan dengan UU Jalan

Pengacara non aktif H Chairul S Matdiah
Palembang, BP
Pengacara non aktif H Chairul S Matdiah menilai ketentuan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel yang intinya mengatur larangan jalan lintas kabupaten dan kota bagi kegiatan angkutan batubara dan mewajibkan untuk menggunakan jalan khusus itu bertentangan dengan UU Jalan.
Pasalnya, pada kenyataannya jalan lintas kabupaten dan kota yang dipergunakan untuk kegiatan angkutan batubara di Sumsel adalah jalan lintas Sumatera yang merupakan jalan nasional yang menghubungkan antar ibu kota provinsi. “Sesuai dengan pasal 14 UU Jalan, yang berwenang untuk menyelenggarakan jalan nasional meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan adalah pemerintah pusat. Dengan demikian, Perda Sumsel dan Pergub Sumsel bertentangan dengan UU Jalan, ” ujarnya,Kamis (29/11).
Dia menyarankan masyarakat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan terhadap peraturan gubernur (pergub) Sumsel tentang larangan angkutan batubara lewat jalan umum.“Saya menyarankan kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas aturan tersebut untuk mengajukan gugatan ke pengadilan,”kata Chairul.
Menurutnya dengan adanya aturan tersebut banyak masayarakat yang mengadu kepada dirinya, karena dengan aturan tersebut banyak para sopir tidak memiliki pekerjaan, begitu juga buruh tambang. “ Bukan hanya buruh namun melumpuhkan perekonomian pengusaha yang selama ini bergantung dengan batubara,”kata Chairul.
Dirinya mengajurkan masyarakat untuk menggunakan exekutif summary karena exekutif summary dapat dijadikan bahan dalam melakukan pembelaan diri ketika mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Apalagi kata Chairul, ketentuan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel bertentengan dengan UU Jalan. Karena pada UU Minerba pasal 91 mengatur bahwa sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum, dsat dimanfaatlan oleh para pemegang IUP dan IUPK untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, UU Lalu Lintas pasal 19 ayat 2 hanya mengatur MTS untuk setiap klas jalan dan tidak mengatur jumlah sumbu mobil angkutan batubara. “Sesuai asas hukum lex superior derogat legi ingerior, Artiny pertauran yang lebih tinggi mengesmpukan peraturan yang lebih rendah, yang memiliki pengaturan yang bertentangan. Atau dengan kata lain, pengaturan dalam Perda Sumsel dan Pergub Sumsel harus dikesampingkan dan tidak dapat diterapkan, ” katanya.
Chairul menjelaskan, dampak dari pelaksanaan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel yang bertentangab dengan UU Jalan, UU Lalu Lintas dan UU Minerba yakni terdapat dugaab tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo UU 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pudana korupsi (UU Tipikor) yang berbunyi “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pudana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
“Dimana unsur pasal 2 ayat 1 terpenuhi, dengan pemberlakuan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel maka mempengaruhi penjualan batubara, yang mengakibatkan antara lain hilangnya pendapatan negara dari sektor penerimaaan negara bukan pajak berupa royalty (iuran produksi),” katanya.
Menurut Chairul, pada pasal 122 ayat 2 peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan pada intinya mengatur bahwa jalan khusus dapat digunakan untuk lalu lintas umum berdasarkan persetujuan dari penyelenggara jalan khusus. Pada prinsipnya, penyelenggara jalan khusus dapat memberikan persetujuan kepada pihak lain yang akan menggunakan jalan khusus didasarkan pada pembayaran oleh pihak yang akan menggunajan jalan khusus kepada penyelenggara jalan khusus.
Sehingga terjadi perubahan fungsi jalan dari jalan khusus menjadi jalan umum. Perubahan tersebut memiliki sifat dan fungsi yang sebenarnya sama dengan sifat dan fungsi dari jalan tol dimana pengguna membayar kepada penyelenggara jalan tol. Artinya dengan memberlakukan Perda Sumsel dan Pergub Sumsel telah terjadi penyelundupan hukum dengan memungkinkan penyelenggara jalan khusus untuj menerima manfaat seolah -olah sebagai penyelenggara jalan tol tanpa harus memiliki izin sesuai ketentuan berlaku.
Diberlakukannya Perda Sumsel dan Pergub Sumsel, akan memiliki dampak terhadap penyediaan batubara nasional, dimana tambang-tambang batubara di Sumsel sebagai pemasok kebutuhan batubara nasional tidak dapat menjalankan pengangkutan sebagaimana mestinya karena dilarang untuk menggunakan jalan nasional.
Khususnya bagi perusahaan pemasok batubara kepada PLN, dengan dilarangnya pemasoj menggunakan jalan nasional maka pasokan batubara akan berkurang dan berdampak terhadap kemampuan pembangkit listrik. Selain itu, diberlakukannya Perda Sumsel dan Pergub Sumsel, akan berdampak berkurangnya devisa negara dari pendapatan sektor batubara.
Hal ini bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang pada saat ini sangat memerlukan peningkatan devisa untuk mengatasi gejolak nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar.#osk