
Potensi Konflik Di Sumsel Harus Jadi Perhatian ‘

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Nor Huda (kiri) memberikan kenang-kenangan kepada Prof Abdullah Idi usai acara seminar dan bedah buku di Aula Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, Selasa (15/5)
Palembang, BP
Zero konflik yang ditargetkan Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dalam kacamata politik dianggap sah-sah saja, karena belum terjadi konflik yang skala besar di Sumsel.
“ Kita harap tidak terjadi , tapi dari perspektif sosiologis itu potensi konflik selalu ada dan dari sosiologis potensi itu patut menjadi perhatian, zero konflik itu ada benarnya karena tidak pernah terjadi seperti negara lain tetapi potensinya bukan tidak ada yang harus di waspadai,” kata Prof Dr Abdullah Idi, M.Ed , yang merupakan pengarang berjudul Konflik Etno-Religius di Asia Tenggara, Kasus Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Malaysia di sela -disela kegiatan seminar dan bedah buku Konflik Etno-Religius di Asia Tenggara, Kasus Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Malaysia di Aula Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Selasa (15/5).
Menuruutnya jika konflik yang terjadi disebabkan karena faktor diskriminasi.
Dan berdasarkan hasil penelitian dan buku yang telah dibuatnya, untuk konflik di Asia Tenggara bukanlah disebabkan faktor agama namun akibat sikap diskriminasi yang telah terpola dan turun-temurun dari bekas jajahan di beberapa negara Asia Tenggara.
“Saat merdeka, berbagai masalah seperti sosial, agama, ekonomi, politik dan lain sebagainya belum terselesaikan dengan baik oleh pemerintah hingga saat ini sehingga timbulah diskriminatif di masyarakat,” katanya.
Menurutnya konflik etno-religius yang terjadi di beberapa negara Asia Tenggara yang kerap kali terjadi antara dua agama berbeda tidak ditangani serius oleh pemerintah dan organisasi terbesar di Asia Tenggara, ASEAN.
“Keberadaan pemerintah dan lembaga ASEAN tidak terlalu berperan dalam meredam konflik di Asian Tenggara. Sehingga konflik yang terjadi diberbagai negara termasuk salah satunya di Myanmar dan Indonesia akhir-akhir ini,” terangnya.
Sedangkan pengamat sosial, Saudi Berlian melihat konflik yang terjadi di tingkat masyarakat sebenarnya bisa di selesaikan di tingkat bawah jika kearifan lokal masyarakat di hargai.
“ Di Sumsel ada undang-undang Simbur Cahaya, sudah mengatur perilaku masyarakat Sumsel , sehingga dengan undang-undang tersebut di Sumsel tidak terjadi konflik tingkat bawah karena pasirah sebagai pimpinan masyarakat bisa menyelesaikan itu semua, berbeda dengan zaman sekarang,” katanya.
Sedangkan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah Palembang, Nor Huda mengatakan, bedah buku tersebut sangat relevan dengan situasi Indonesia saat ini yang sedang mengalami berbagai konflik.
Dengan adanya bedah buku ini diharapkan bisa memberikan wawasan kepada mahasiswa agar berpikir lebih kritis dalam menggapi berbagai persoalan.
“Adanya fenomena konflik selalu dibalut dengan agama, mahasiswa harus jeli dalam memahami ini, agar bisa memilih, baik dalam pergaulan dan ideologi. Dan harapan kita bedah buku ini memberi wawasan baru, mahasiswa memiliki daya kritis untuk menyeleksi fenomena yang bekembang,” katanya.#osk