Sekolah dan Kuliah Gratis Tak Mati Suri

11
(Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Drs Widodo MPd saat menggelar keterangan pers)
Palembang, BP
Program Sekolah Gratis (PSG) yang didengungkan Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin dan menjadi acuan nasional saat ini terus digalakkan. Apalagi secara angka, peningkatan bantuan PSG terus meningkat dari tahun ke tahun. Pun juga Program Kuliah Gratis (PKG) yang saat ini ada 1400 mahasiswa aktif penerima PKG. Angka tersebut belum termasuk para alumni yang meraih PKG yang saat ini bekerja diberbagai intansi.
Sebut saja bantuan PSG dijajaran siswa SMA saat ini sudah berada di angka Rp1,5 juta per siswa per tahun. Jumlah ini meningkat jika dibanding tahun 2014 lalu yang hanya diangka Rp1 juta. Bahkan jumlahnya lebih besar lagi SMK bisnis seperti SMK 1, SMK 3 dan lainnya dari Rp1,5 juta menjadi Rp2,7 juta karena berkaitan dengan kebutuhan lab, bengkel dan lainnya.
Namun demikian, mencermati perkembangan isu distorsi Program Sekolah Gratis (PSG) dan Program Kuliah Gratis, Dinas Pendidikan Sumsel mengklarifikasi akan hal tersebut.
Memang diakui ada dana tertunda selama dua bulan sebesar Rp90 miliar yang memang saat ini masih diupayakan menuju hal tersebut.
“Oleh karena itu jika PSG mati suri itu tidak benar. Karena kita terus melakukan peningkatan seiring dengan semakin baiknya kondisi APBD kita,”ujar Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Drs Widodo MPd dalam keterangan persnya, Minggu (8/4).
Lanjut Widodo itu adalah jajaran SMA/SMK di Sumsel karena saat ini per 1 Januari 2017 SMA/SMK secara kewenangan langsung Pemerintah Sumatera Selatan. Lantas bagaimana dengan SD dan SMP?
Widodo menjelaskan bahwa yang perlu dipahami oleh kabupaten/kota dan masyarakat saat ini adalah PSG saat ini sudah dikuatkan dengan Peraturan Daerah (Perda) yang dibuat oleh Anggota DPRD Sumsel. Oleh karena itu, bupati/walikota di Sumsel wajib menjalankan PSG bagi SD dan SMP karena jenjang tersebut kewenangan bupati dan walikota. “Nah jika ada bupati/walikota tak bisa menjalankan PSG, maka itu melanggar Perda,”tegasnya.
Saat ini sejak dipisah kewenangan dikatakan Widodo program PSG tak lagi menggunakan istilah dana sharing. Misalnya jika di Palembang 30 persen, provinsi 70 persen dan lainnya.
Bahkan,  Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) saat ini sedang menggodok untuk merevisi peraturan Program Sekolah Gratis (PSG). Hal ini dilakukan untuk mengatur dan memastikan program yang sudah diterapkan sejak tahun 2008 tersebut tetap berjalan. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel Widodo menjelaskan, PSG sudah diatur dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur. Oleh sebab itulah, program ini harus tetap berjalan dengan pengawasan mulai dari pimpinan hingga petugas lapangan di sekolah agar bisa mengamankan dan menjalankan perintah peraturan tersebut.

“Bersamaan dengan itu, Mendikbud mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) terkait sumbangan masyarakat dalam meningkatkan mutu sekolah, sarana dan prasarana, kapasitas guru, hubungan sekolah luar negeri dan inovasi lainnya,” terangnya.

Baca Juga:  Tingkatkan Kompetensi Guru, SMKN II Gandeng SES Jerman

Artinya, inilah yang kemudian muncul spekulasi masyarakat yang salah bahwa sekolah gratis tapi tak gratis. Karena PSG meliputi 17 item kebutuhan primer yakni dari pendaftaran, belajar, buku, ektrakurikuller,  sampai ujian itu gratis.

“Logika sederhanya PSG itu makanan pokok, jadi ada nasi, sayur, ayam. Nah kalau mau tambah daging, susu itulah kemudian ada tambahan dan itu diperbolehkan sebagaimana aturan Mendikbud tadi,”jelasnya

Baca Juga:  Meski Cetak Gol, Ihwan Tak Bahagia, Kenapa?

Meski sekolah membolehkan pungutan, sambung Widodo, Gubernur Sumsel mewanti wanti agar 20 persen kursi di sekolah diperuntukkan kepada siswa miskin dan prasejahtera. Dengan begitu, semua siswa mendapatkan akses dalam mendapatkan kegiatan belajar di sekolah.

“Jadi, tidak benar jika sekolah gratis dihentikan, sekarang kita sedang mengkombinasikan Perda, Pergub dan Permen agar program sekolah gratis tetap berjalan,” jelasnya. Dia juga mewanti-wanti kepada sekolah untuk tidak melakukan pungutan kepada siswa miskin dan prasejahtera. Sebab, jika kepala sekolah tetap tega memaksakan sumbangan sehingga mengakibatkan anak putus sekolah, pihaknya akan segera mencopot kepala sekolah bersangkutan.

“Kalau ada kepala sekolah meminta sumbangan kepada siswa prasejahtera, saya akan copot dia dari jabatan,” tegas dia. Oleh sebab itulah, dalam peraturan yang sedang direvisi tersebut, pihaknya akan membenahi aturan yang lama seperti memberikan paying hokum, arahan dan langkah yang bisa menakomodasi sumbangan orang tua. “Dengan begitu sekolah tidak seenaknya saja meminta sumbangan kepada siswanya,” tegasnya.

Baca Juga:  Ketua MPR: Kader HMI Jangan Mudah Terprovokasi

Sementara itu dikatakan Iman Agus Santosa mahasiswa penerima PKG aktif yang saat ini aktif kuliah di Univeraitas Sriwijaya sejak 2015 merasa terbantukan termasuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang kadang menjadi beban mahasiswa.

“Jadi isu mengenai PKG gak jalan itu cuman mis komunikasi saja. Karena sejak 2015 sampai sekarang dapat bantuan PKG,”jelas mahasiswa FE Jurusan Ekonomi Pembangunan Unsri ini.

Hal senada dikatakan Febrian Yulius alumni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2015 bahwa sejak 2011 hingga 2015 pihaknya menerima bantuan PKG secara utuh sehingga lulus.

“Bahkan uang transportasi, uang saku hingga wisuda semua dibayar dan sekarang saya ngajar di SMK Negeri II Palembang,”jelasnya.

Disinggung mengenai berbagai pertanyaan mahasiswa aktif penerima PKG yang resah jika ada pergantian Kepala Daerah maka PKG dihentikan dibantah oleh Kabiro Hukum Pemprov Sumsel Ardeni.

Menurutnya PSG dan PKG sudah menjadi percontohan hingga nasional sehingga tentu kalau pun akan ada perubahan akan ada mekanisme DPRD.

“Itu pun jika akan dirubah, dan tidak sesedehana itu ganti kepala daerah terus PSG dan PKG disetop ada banyak mekanisme hingga sampai DPRD,”terangnya.

Menurutnya PSG dan PKG sampai saat ini terus melakukan perbaikan dan jelas bahwa amanat undang-undang 20 persen di sekolah wajib gratis. #sug

Komentar Anda
Loading...