Kisah Zulhas Mundur Jadi PNS dan Pilih Berdagang di Jakarta

88
BP/DUDY OSKANDAR
Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan (Zulhas)

Palembang, BP–Ketua MPR RI yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan (Zulhas), mengisahkan bagaimana susahnya dulu dia hidup di kampung namun kemudian Tuhan berkehendak lain, putra Lampung ini kini duduk sebagai Ketua MPR RI.
“Saya dari kampung di Lampung. Dari sini terus sambung ketemu Bakahueni, namanya Lampung Selatan. Kampung saya namanya kampung Lampung paling habis, ujung. Nah itulah kampung saya. Lahir di bawah Gunung Rajabasa. Saya sekolah belum ada lampu, belum ada petromak, lampunya lampu tempel, kalau bangun sininya hitam,” katanya sambil menunjuk lubang hidung usai melakukan kunjungan ke Palembang dan akan pulang ke Jakarta, Rabu (7/3).
Zulhas mengaku, saat sekolah ia jalan kaki ke sekolah madrasah sepanjang 5 km tanpa pakai sepatu.
“Lulus madrasah masuk PGA, Pendidikan Guru Agama. Jadi kalau saya dulu tidak merantau, tetap di kampung, saya jadi P3N, petugas nikah itu, atau jadi begal,” katanya.
Namun manusia tidak tahu ke depan jadi apa. Maka, katanya, manusia harus berjuang untuk menentukan masa depannya.

“Saudara kalau mau jadi dokter gigi, sekolah kedokteran gigi. Jangan mau jadi dokter gigi sekolahnya paranormal, enggak mungkin, patah gigi orang nanti,” katanya. Zulhas melanjutkan kisahnya, dirinya merantau ke Jakarta tahun 1979, ”Jadi PGA itu 6 tahun setengah dulu, lalu pindah ke Jakarta masuk SMA. Lulus SMA mau masuk kedokteran tidak lulus, diterima di Kementrian Pertanian, honor Rp30 ribu, zaman itu, Capeg namanya, calon pegawai,” katanya. Zulhas mengakui ingin memiliki mobil VW kodok namun mobil tersebut tidak bisa ia beli karena honor cuma Rp30 ribu. “Padahal saya sudah merokok, rokoknya gudang garam, sama gudang garam filter. Rp30 ribu habis buat merokok saja. Saya pikir kalau saya bekerja sebagai pegawai negeri kapan beli VW Kodok. Kenapa saya ingin beli VW Kodok, karena dulu ada teman saya waktu SMA punya VW Kodok, ceweknya ganti-ganti, asal saya mau gebet, kalah, karena saya jalan kaki dia pakai VW Kodok. Namanya Agung, saya ingat. Pendek kata 8 hari saya diterima di pegawai negeri saya berhenti, karena Rp30 ribu tidak cukup. Saya belajar berdagang, enggak kuliah, dari berdagang 1 hari Rp 30 ribu untungnya, wah ini yang cocok. Hari kedua untungnya Rp60 ribu, baru dua bulan sudah beli motor, belum setahun sudah beli mobil saya,” katanya. Menurut Zulhas, tidak ada kemajuan dan prestasi buat orang yang enggak berani, tidak ada prestasi dan kemajuan buat orang yang tidak kerja keras. “Jadi berani, kerja keras dan sungguh-sungguh, orang dusun lulusan PGA, sekolah madrasah, lulus SMA, setelah tahun kedua penghasilan saya merantau ke Jakarta 1 bulan Rp1 miliar dan tahun kedua baru kuliah, tapi kuliahnya sambil bisnis, saya j0 tahun baru jadi sarjana ekonomi,“ katanya. Selain itu Zulhas mengaku, sejak muda sudah puasa senin kamis, jika tidak bisa goyah imannya. Malamnya shalat tahajud minta tolong dengan Allah SWT. “Itu tips singkat, kalau lebih banyak bisa hubungi atau lihat Facebook saya, follow situ, tanya –tanya, ada twiter, sekarang zaman canggih ada instagram, ada facebook ada twiter,” katanya.

Baca Juga:  Kisah Kapolda Sumsel Dengan Official India Yang Memborong Petai

Mengenai pencalonannya dalam pilpres 2019 nanti, Zulhas menilai, syarat pencalonan harus 20% presidential threshold berat jika ingin maju sebagai Presiden RI.
“Hanya kan sekarang syaratnya berat 20% (presidential threshold), tentu harus bicara dengan koalisi partai-partai, tidak bisa sendiri. Berbicara dengan koalisi itu nanti ada mobilitas ada keseimbangan dan lain-lain,” ujar Zulkifli Hasan.
Zulhas menegaskan, kalau disinggung tentang kesiapan menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), dari kader tentu PAN ingin menjadi capres. Kalau di provinsi ingin jadi gubernur dan di kabupaten ingin jadi bupati.
“Intinya, kalau sudah terjun ke politik, jelas untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan rakyat apapun siap. Oleh karena itu, sekarang partai-partai melakukan penjajakan koalisi. Semua masih terbuka termasuk PAN, sekarangkan masih pembicaraan awal. Begitu juga dengan Jokowi yang terus berdiskusi,” katanya.
Sementara, Ketua Pembinaan Organisasi dan Keanggotaan (POK) DPW PAN Sumsel, Mardiansyah menerangkan, sebagai kader BM PAN dan kader PAN sudah selayaknya mendukung dan memberikan suport atas niatan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan untuk maju pilpres.
“Tentunya ketua umum PAN akan melakukan komunikasi dengan berbagai partai politik. Apakah nanti akan membuat poros baru, seperti yang disampaikan Ketua DPP saudaraku Yandri Susanto. Sebagai kader daerah apapun yang menjadi kebijakan DPP PAN akan sangat mendukung dan suport,” terangnya, saat mendampingi Zulhas.
Dia melanjutkan, sejak beberapa tahun terakhir pihaknya telah mensosilisasikan Zulhas sebagai capres dengan tageline Zulkifli Hasan untuk Indonesia.
Dengan siapapun pasangannya, sambung Mardiansyah, yang terpenting Zulkifli Hasan dapat maju baik sebagai capres maupun cawapres. Namun, Kader PAN Sumsel menolak jika Zulhasan berpasangan dengan Jokowi, kader justru condong menduetkan Zulhasan dengan capres Prabowo Subianto. “Lebih baik peluangnya dengan pak Prabowo atau bahkan buat poros baru,” kata Anggota DPRD Sumsel itu.
Alasan menolak duet Jokowi-Zulhasan pada Pilpres 2019, tambahnya, setelah melihat kondisi ekonomi Indonesia tengah terpuruk, sehingga tidak menguntungkan jika duet ini terjadi pada 2019. Jadi, rakyat Indonesia harus diberikan pilihan pemimpin alternatif pemimpin nasional.
“Sebagai kader Barisan Muda dan kader PAN Sumsel, sosok Zulkifli Hasan ini salah satu sosok pemimpin alternatif di tahun 2019 mendatang. Kita sangat khawatir, jangan sampai terjadi di pilpres 2019 jangan ada calon tunggal, kita yakin itu tidak akan terjadi,” katanya#.osk

Komentar Anda
Loading...