Prihatin CSR dan DBH Sumsel Tak Sebanding

3

Palembang, BP

Gubernur Sumatera Selatan menilai dana coorporate social responsibility (CSR)  dan Dana Bagi Hasil (DBH)  yang diberikan ke provinsi ini masih minim dan sangat memprihatinkan.

“Memang dapat bagi hasil berdasarkan aturan tapi jumlah yang diterima tidak bisa memperbaiki lingkungan yang dirusak, jauh lebih mahal,” kata Gubernur saat memberikan sambutan di Seminar Nasional dengan topik “CSR-TJSL Understanding dan Implementasi Pemahaman dan Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) bagi Dunia Usaha di Sumatera Selatan dalam rangka menyikapi Penetapan RUU CSR oleh DPR RI” diselenggarakan oleh Forum CSR Kesejahteraan Sosial Sumsel di Auditorium Graha Bina Praja Pemprov Sumsel, Selasa (7/2).

Menurut Alex, melalui dana CSR, perusahaan memiliki kewajiban untuk turut serta dalam pembangunan di daerah. Oleh karena itu, kepala daerah, baik itu bupati maupun walikota, memiliki peran penting untuk mengontrol dan mengatur dana CSR yang didapat dengan tepat sasaran.

“CSR itu wajib meskipun kondisi perusahaan sedang untung atau rugi,” katanya.

Meskipun CSR adalah kewajiban bagi perusahaan, namun menurutnya, masih ada saja perusahaan memberikan dana CSR tidak sesuai dengan keuntungan yang didapat dari hasil mengolah kekayaan alam di Sumsel.

“Mengapa kita kumpul di sini. Tanggung jawab terhadap lingkungan, kepedulian sosial. Saya disiapkan bahan. Biarlah nanti dibacakan Pak Najib. Saya berdasarkan pengalaman saja. Sejak 2002 waktu saya Bupati Muba. Ada perusahaan eksportir sejak zaman Belanda. Di tempat yang habis minyaknya ditinggalkan. Tidak bisa ditanami kembali. Sisa minyak mentah. Jangankan bertanggungjawab sosial. Lingkungannya pun harus diperbaiki seperti semula,” kata Alex.

Baca Juga:  Anggota Polres OI Terjunkan Ratusan Personil Untuk Amankan Pelantikan Anggota DPRD Baru

Alex mengaku salut dengan Bukit Asam. Setelah batubara diambil, lahan direklamasi. Itu tanggung jawab utama. Belum bicara tanggung jawab sosial, bagi-bagi untung. Banyak perusahaan memperbaiki lingkungan saja belum. Atau baru sebagian namun sudah merasa berjasa dengan daerah ini.

“Jasa apanya? Memang bagi hasil (DBH) dari pusat namun tidak bisa memperbaiki lingkungan yang rusak. Jauh lebih mahal Pak Taher. Saya menjadi Bupati 2001 kabupaten Muba paling tertinggal. Padahal paling kaya. Listrik mati 17 kali sehari. Airnya juga. Masyarakatnya kasihan. Kalau Kepala Derah hanya memikirkan diri sendiri, tidak akan Muba seperti ini. Salah satu termaju di Indonesia. Yang dibutuhkan itu pendidikan, kesehatan, lapangan kerja. Yang diperlukan rakyat itu anak-anaknya bisa sekolah punya harapan bisa merubah keadaan. Kalau sakit dia bisa berobat. Sebagian besar masyarakat rentan tidak boleh sakit. Sakit itu mahal. Oleh karena itu kami bangga buka akses pendidikan anak tidak mampu, sekolah gratis. Tanpa mikir-mikir panjang lakukan program. Begitu juga berobat gratis. Bukan hanya berobat panu dan kudis. Kalau sembuh stop di situ. Kalau tidak dirujuk. Kalau gagal ginjal jantung dirujuk ke RSCM,” kata Alex.

Baca Juga:  Gubernur Pastikan Penutupan AG di Palembang Berlangsung Meriah

Alex menyatakan sangat mengapresiasi forum ini dan mengucapkan terima kasih terhadap para pengurus. “Saya ucapkan terima kasih. Bukan untuk kita. Untuk rakyat. Uang masuk berapa digunakan untuk apa. Jangan overlapping,” kata Gubernur.

Hal senada dikemukakan Bupati Lahat, H  Syaifuddin Aswari Rivai. Ia menuding ada yang salah kebijakan pemerintah pusat sehingga Sumsel mendapatkan jatah bagi hasil migas yang terbilang kecil.

“ Sumsel penghasil gas, minyak, batubara dan dari dulu diserahkan pusat dari tahun 1960 loh. Kalau PT BA sudah berpuluh tahun ulang tahunnya tapi kebijakan yang salah menurut saya. Dari dana didapatkan kita mendapatkan 30 persen, 70 persen ke pusat, 30 persen itu 15 persen daerah penghasil, 15 persen Sumsel, akhirnya sampai kapanpun Indonesia tergantung pusat, seharusnya daerah penghasil mendapatkan jatah lebih besar. Porak-poranda kita oleh batubara tapi hasilnya sekian persen balik, akhirnya ekonomi kita sentralisasi ke pusat, semuanya mau dapat dana tambahan kepusat, mau tambah ini kepusat, inilah yang terjadi selama ini dan ini harus diperbaiki secara nasional dan ini akan kita sampaikan dan beberapa kepala daerah mengajukan semestinya dari zaman pak Alex (H Alex Noerdin, Gubernur Sumsel) menjadi Ketua bupati Se-Indonesia sudah menyampaikan keberatan ini tapi tetap egois dari pusat mempertahankan hal serupa,” katanya kepada wartawan, Selasa (7/2).

Baca Juga:  PAN Resmi Usung Devi Harianto-Darmadi di Pilkada PALI

Selain itu perbedaan antara Jawa dan Sumatera karena daerah di Jawa bisa menyimpan anggaran hingga 60 persen.

” Mereka UMKMnya kuat, mereka dengan bedagang pecel lele, bebek pedas  dan sebagainya mereka sudah menghasilkan tapi penduduk pribumi yang berdagang tapi di Sumsel tidak terjadi , yang nak dagang pisang gengsi, pecel lele galak makannya tapi dak katek uwong dari kito cuma pempek bae,  mental-mental ini yang belum turun  bukan di Palembang di daerah kami seperti itu ,” katanya.

Aswari mengakui, tidak mudah mengentaskan kemiskinan. Ia sudah mencoba selama dua periode menjadi Bupati Lahat, ternyata tidak bisa mencapai 100 persen masyarakat keluar dari garis kemiskinan. “Budaya konsumtif dan tidak produktif menjadi salah satu faktornya. Untuk itu, harus ada penelitian yang mendalam soal ini. Apa penyebabnya, bagaimana solusinya, bagaimana langkahnya, baik jangka pendek maupun panjang,” katanya.

Ia mengajak, agar masyarakat kembali menghidupi usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi penopang ekonomi kerakyatan. Jangan sampai semua warga, setelah lulus berebut ingin jadi pegawai negeri sipil (PNS), Polri dan TNI. “Tapi ayo kembangkan kemandirian ekonomi kreatif,” katanya.#osk

 

Komentar Anda
Loading...