60 Persen IKM Ikan Belum Terbina

12

Palembang, BP
Sumatera Selatan yang wilayah geografisnya dominan perairan membuat provinsi ini menjadi salah satu daerah penghasil ikan terbesar di Indonesia.

Namun dari 2.704 Industri Kecil Menengah (IKM) yang bergerak di sektor pengolahan ikan, sebanyak 60 persen yang belum bisa dibina oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel Sri Dewi Titisari mengatakan, pihaknya terus berupaya memfasilitasi agar seluruh IKM mendapatkan pembinaan.

“Pembinaan kami lakukan terhadap teknis pengolahan ikan yang baik. Pembinaan pun dilakukan agar para IKM ini mendapatkan sertifikat kelayakan pengolahan (SKP),” ujarnya saat ditemui di stand Hari Pangan Seunia, Selasa (20/10).

SKP tersebut menjadi salah satu proses untuk IKM mendapatkan sertifikasi halal dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Diakuinya, sertifikasi tersebut sangat penting untuk memberdayakan dan meningkatkan daya saing produk para IKM.

Dirinya mengungkapkan, tidak mudah untuk mendapatkan SKP karena harus mengikuti standar higienis dan kelayakan. “Untuk itulah kami berusaha membina sebanyak mungkin IKM yang ada. Secara bertahap, kami bina satu per satu agar pada akhirnya nanti seluruhnya bisa dibina,” jelasnya.

Baca Juga:  Pangdam II Sriwijaya Ikuti Rakor Penanganan Aktivitas pengeboran Liar

Kebanyakan IKM menjalankan usahanya menggunakan modal sendiri yang terbatas. Untuk itulah pihaknya pun selain memberikan pembinaan, juga memberikan bantuan peralatan bagi IKM yang berpotensi berkembang.

Sejak tiga tahun bergulirnya program SKP ini, baru beberapa IKM yang telah mendapatkan sertifikasi. Dari jumlah 2.704 IKM ikan di Sumsel, hampir 80 persen IKM mengolah ikan menjadi pempek dan kemplang. Sebanyak 50 ribu ton dari 535.000 produksi ikan Sumsel dikembangkan menjadi makanan olahan.

Sebanyak 430.000 ton ikan merupakan hasil budidaya baik perikanan darat maupun lautan. Sementara sepertiganya atau 105.000 ton berasal dari tangkapan di laut. Hasil perikanan darat jauh lebih besar daripada tangkapan laut dikarenakan luasan perikanannya juga yang lebih luas.

Baca Juga:  Pelaku Perampokan yang Tewaskan Aipda Aprizal Mati Tenggelam di Sungai

Luasan perikanan darat mencapai 2.550.000 hektar sedangkan lautan Sumsel hanya 517,14 Km2 yang menjadi tempat melaut para nelayan di pesisir timur Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir.

Di luar hal itu, konsumsi masyarakat Sumsel terhadap bahan pangan ikan merupakan yang tertinggi di Indonesia. Ikan merupakan salah satu bahan pangan penting bagi manusia. Mengonsumsinya dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan kecerdasan bagi anak.

Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Selatan,
Masyarakat Sumsel mengonsumsi ikan sebanyak 37,89 kg per kapita per tahunnya. Jumlah tersebut diatas angka rata-rata nasional yang hanya 35,42 kg per kapita per tahun.

Dewi menjelaskan, jumlah konsumsi ikan masyarakat Sumsel memang tinggi dibandingkan rata-rata nasional. “Namun kita masih jauh dari Jepang yang merupakan negara pemakan ikan tertinggi di dunia. Masyarakat Jepang tercatat mengonsumsi ikan sebanyak 78 Kg per kapita per tahun. Dua kali lipat daripada kita,” ujarnya.

Baca Juga:  Warga Bekasi Jadi Korban Bandit Pecah Kaca 

Fisik orang Jepang yang tinggi dan kecerdasannya pun dipengaruhi oleh pola mengonsumsi ikan yang lebih sering daripada masyarakat negara lainnya di dunia.

Konsumsi masyarakat Sumsel terhadap ikan pun dipengaruhi oleh tingginya produksi ikan. Sumsel merupakan wilayah penghasil ikan patin terbesar. Pada 2014, Sumsel memproduksi 250.000 ton ikan patin.

Produksi ikan lainnya pun cukup tinggi dengan kontribusi dari seluruh 17 kabupaten/kota. Kebanyakan daerah memproduksi ikan dari perairan umum. Sedangkan ikan laut hanya diproduksi oleh Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir.

“Pasokan ikan Sumsel lebih dari cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat. Bahkan produksi Sumsel dapat memenuhi kebutuhan luar daerah dengan harga yang bersaing,” tandasnya. #idz

Komentar Anda
Loading...