
Palembang,BP- Launching Buku karya Leni Mastuti Mhum berjudul Warisan Budaya Palembang, Sejarah Kesultanan Palembang Dalam Naskah Kuno dan Workshop di gelar di aula Istana Adat Kesultanan Palembang Darussalam, Minggu (16/11/2025).
Hadir diantaranya Raden Dewi Muslihat Diradja didampingi Raden Ayu Ratna Mutia Spsi MS Psikolog, Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH Mkn didampingi Raden Zainal Abidin Rahman Dato’ Pangeran Puspo Kesumo,R.M.Rasyid Tohir,S.H, Dato’ Pangeran Nato Rasyid Tohir,Ketua Forwida, Dr Diah Kusuma Pratiwi MT, Ketua Lembaga Seni Budaya Sang Putri Sriwijaya Bebi Sri Mardiana , Ketua MGMP Sejarah Provinsi Sumsel Eva Yenna Spd , budayawan Palembang Vebri Al Lintani, seniman Palembang Isnayanti Safrida, Genta, Kepala Museum A.K Gani Palembang, Gi. Priyanti Gani , akademisi UIN Raden Fatah Palembang Prof Zuhdiah.
Dengan narasumber Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH Mkn dan sejarawan Palembang Dr Kemas Ar Panji SPd Msi.
Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH Mkn menyampaikan bahwa Indonesia, termasuk Palembang, saat ini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitas nasional. Banyak narasi sejarah yang beredar berasal dari sudut pandang kolonial, sehingga tidak sepenuhnya menggambarkan realitas budaya dan peradaban bangsa.
“Catatan sejarah kita 70–80 persen masih bersumber dari tulisan kolonial. Karena itu, kita perlu mengembalikan identitas nasional dengan meluruskan narasi sejarah berdasarkan sudut pandang kita sendiri,” katanya.
Sultan menjelaskan bahwa pemenang dalam peristiwa sejarah seringkali menjadi pihak yang membangun narasi dan propaganda, sehingga meninggalkan jejak sejarah yang tidak selalu objektif. Ia mencontohkan berbagai kasus internasional sampai peristiwa-peristiwa lokal yang mengalami distorsi narasi.
SMB IV juga menyoroti pentingnya memperkuat narasi sejarah Palembang berdasarkan bukti-bukti primer, seperti prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo, serta catatan I-Tsing yang menegaskan keberadaan Sriwijaya di Palembang.
Ia menanggapi munculnya klaim dari daerah lain yang menghubungkan Sriwijaya dengan wilayahnya.
“Penemuan prasasti-prasasti awal terjadi di Palembang. Itu harus menjadi dasar yang memperkuat narasi sejarah kita,” ujarnya.
Selain itu, ia menyinggung bahwa Malaysia pun mengakui asal-usul para raja Melayu dari Bukit Seguntang, sebagaimana tercatat dalam Sulalatus Salatin.
SMB IV turut menjelaskan beberapa narasi sejarah yang dinilainya keliru, seperti kisah penyerangan Banten ke Palembang serta konflik dengan Inggris.
Menurutnya, sejumlah catatan kolonial sengaja menampilkan Palembang dalam posisi negatif demi kepentingan politik dan perdagangan.
“Sering kali narasi dibuat agar publik percaya bahwa Palembang yang bersalah. Padahal faktanya berbeda dengan yang ditulis kolonial,” tegas Sultan.
SMB IV menekankan pentingnya manuskrip kuno sebagai bahan primer penelitian sejarah. Menurutnya, naskah-naskah yang diwariskan leluhur bukan hanya catatan budaya, tetapi juga kunci untuk memahami jati diri bangsa.
“Buku ini sangat penting untuk memperkuat identitas sejarah kita. Narasi yang benar akan mengubah cara pandang kita bahwa leluhur Palembang memiliki peradaban yang tinggi,” ujarnya.
Sedangkan sejarawan Palembang Dr Kemas Ar Panji SPd Msi mengulas naskah kuno sebagai warisan budaya Kesultanan Palembang Darussalam. Ia menegaskan bahwa manuskrip harus dijadikan sumber primer penelitian untuk meluruskan berbagai kesalahpahaman sejarah.
Dia juga mengapresiasi buku karya Leni Mastuti ini dan mengajak semua kalangan untuk membuat buku sejarah sehingga narasi sejarah yang ada tidak bisa di belokkan atau di salah terutama sejarah Palembang.
Leni Mastuti yang merupakan seorang penulis dan peneliti mengatakan, untuk proses penyusunan buku ini memakan waktu tiga bulan, dimulai sejak Agustus hingga Oktober 2025.
Tidak hanya mengumpulkan data sejarah, penulis juga harus bergelut dengan proses alih aksara (transliterasi) dari dokumen-dokumen tua.
“Tantangan terberat muncul karena sebagian naskah mengalami kerusakan dan ditulis menggunakan aksara Jawi atau aksara Melayu, sehingga membutuhkan ketelitian ekstra dan kemampuan membaca manuskrip lama,” katanya.
Lebih lanjut, penulis menggarap tiga naskah utama yang masing-masing memiliki sudut pandang dan alur penulisan berbeda. Ketiga naskah tersebut kemudian dibandingkan, disinkronkan, dan dicari kesamaannya untuk memetakan alur sejarah Kesultanan Palembang secara utuh dan ilmiah.
“Prosesnya tidak mudah karena tiap naskah punya detail berbeda. Tantangannya adalah menyatukan kembali potongan-potongan sejarah itu ke dalam satu alur yang akurat,” kata alumni S2 Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Sejarah Peradaban Islam , UIN Raden Fatah Palembang ini.
Leni menegaskan bahwa naskah kuno memiliki kedudukan sangat penting sebagai sumber sejarah primer.
Ia menilai masih banyak generasi muda yang belum memahami betapa berharganya manuskrip klasik, baik sebagai identitas kultural maupun fondasi pengetahuan sejarah.
“Kita harus memahami bahwa naskah kuno bukan hanya catatan lama atau benda usang. Di dalamnya tersimpan ilmu, nilai budaya, dan jejak sejarah yang sangat berharga. Jika kita tidak mempelajarinya, siapa lagi yang akan melanjutkan kisah sejarah ini?” ujar Leni.
Ia juga mengingatkan pentingnya mengenalkan naskah kuno kepada generasi muda sebagai bagian dari mengenali jati diri. “Melalui buku ini, saya berharap semakin banyak masyarakat yang sadar bahwa pelestarian sejarah bukan hanya tugas akademisi, tetapi tugas bersama,”tambahnya.
Melalui buku ini, Leni berharap masyarakat, terutama generasi muda dapat membuka mata bahwa sejarah Palembang tidak hanya tersimpan dalam cerita lisan, tetapi juga dalam dokumentasi tertulis yang sangat kaya.
“Naskah kuno adalah jendela utama memahami masa lalu. Kita sebagai generasi penerus harus menghargai, memelajari, dan melestarikannya,” ungkap Leni.
Ia menambahkan bahwa jika kesadaran ini tumbuh, maka sejarah Kesultanan Palembang Darussalam tidak akan hanya menjadi bagian dari masa lalu, tetapi tetap hidup sebagai identitas kebudayaan Palembang di masa depan.
Diakhir acara dilakukan pemberian buku Warisan Budaya Palembang, Sejarah Kesultanan Palembang Dalam Naskah Kuno kepada peserta yang hadir.
Bagi pembaca yang ingin memiliki buku “Warisan Budaya Palembang: Sejarah Kesultanan Palembang dalam Naskah Kuno”, pemesanan dapat dilakukan melalui: Leni Mastuti, M.Hum: 0838-1539-6030 dan Penerbit: Aksara Pena.#udi