Industri Kayu di Sumsel Belum Bersertifikasi

19

Palembang, BP

Tuntutan dunia internasional yang menginginkan kayu legal, membuat kayu bersertifikasi menjadi prioritas dalam menggunakan produk olahan kayu Indonesia. Namun sayang, Industi Kecil Menengah (IKM) dan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) kayu di Sumsel masih banyak yang belum melakukan sertifikasi terhadap produknya.

Staf Senior Direktorat Pengolahan Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Drs Bambang Sukmananto mengatakan, kayu yang belum disertifikasi otomatis tidak akan masuk ke negara-negara yang menginginkan kayu-kayu legal. Karena itulah, sedikit demi sedikit, kayu yang belum disertifikasi tidak akan mendapatkan tempat di pasar dunia.

“Di Sumsel sendiri belum banyak industri kehutanan yang bersertifikasi. Jelas kayu yang tidak bersertifikasi itu tidak layak diekspor,” tuturnya saat Rapat Percepatan Pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) di Sumsel, Selasa (7/4).

Baca Juga:  62 Magister Ilmu Pemerintahan Program Pascasarjana Unitas Palembang Dilantik,  Terus Meningkatkan Kualitas Menuju Akreditasi Unggul

Pihaknya bersama Dinas Kehutanan Sumsel dan Lembaga Donor Dunia Multistakeholder Foresty Programme 3 (MFP3) mengundang para pelaku usaha di bidang kehutanan untuk mengenal kemudahan sertifikasi legalitas kayu.

Sertifikasi kayu produk ini telah diatur dalam Permen LHK nomor P.95/Menhut-II/2014, tanggal 22 Desember 2014 tentang perubahan atau Permenhut nomor P.43/Menhut.II 2014 tentang penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak.

Kemen LHK memfasilitasi sertifikasi IKM dan IUIPHHK yang kapasitas produksinya sampai dengan 6.000 meter kubik per tahun agar melakukan sertifikasi secara berkelompok. Apabila para pelaku usaha melakukan sertifikasi secara berkelompok, biaya sertifikasi akan ditanggung oleh pemerintah.

Baca Juga:  Anggota DPRD Sumsel Dapil Sumsel II Kunjungi PHRI Sumsel

“Saat ini pemerintah sudah mempermudah izin dan pembiayaannya. Biaya mendapatkan sertifikat sudah dipangkas menjadi 50 persen. Untuk IKM dan IUIPHHK yang memproduksi tidak lebih dari 6.000 meter kubik kayu per tahunnya, bisa membayar Rp6 juta, dulu Rp12 juta. Bila masih tidak mampu, bisa berkelompok. Minimal lima pelaku industri, biaya sertifikasi ditanggung pemerintah,” lanjutnya.

Dana yang digelontorkan Kemen LHK untuk percepatan perolehan sertifikasi SVLK sebesar Rp33,2 miliar. MPF3 pun turut memberikan dana sebesar Rp30 miliar. Sasarannya adalah TPT, Hutan Hak, IKM Mebel, dan IUIPHHK kapasitas 6.000 meter kubik per tahun.

Bila para pelaku usaha tak juga melaksanakan sertifikasi, lama kelamaan produk kayunya tidak akan laku di pasaran. Sanksi yang akan diterapkan Kemen LHK bagi para pelaku usaha tersebut yakni tidak akan menerbitkan Rencana Pasokan Bahan Baku Industri (RPBBI), dan akan mengganggu kelangsungan usaha industrinya sendiri.

Baca Juga:  Bengkel- Konter HP Terbakar di Palembang , Tiga Orang Tewas

Efektifitas sertifikasi kayu terhadap industri pun terbukti membawa hasil positif. Terjadi peningkatan ekspor yang signifikan dari sebelum dan sesudah sertifikasi. Seperti yang terjadi di Jepara.

Ia menuturkan, Dishut Sumsel siap memfasilitasi pelaku usaha yang akan melakukan sertifikasi, baik secara perorangan atau pun berkelompok. Agar ekspor kayu Sumsel pun bisa lebih lancar dan menjanjikan.

“Permintaan terhadap kayu Sumsel seperti akasia, eucalyptus, dan karet pasti akan bertambah setelah sertifikasi. Apalagi, pasar-pasar Eropa, Asia, dan Amerika pun akan bertambah karena mereka hanya menginginkan produk kayu yang benar-benar legal,” tandasnya. #idz

Komentar Anda
Loading...