Sri Amala Dewi, Si Penjaga Warisan Budaya Leluhur di Lahat

0
Di desa Rambai Kaca Kecamatan Sukamerindu Kabupaten Lahat terdapat satu sosok yang masih menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhurnya. Namanya Sri Amala Dewi yang sering dipanggil Mala, sosok wanita berumur 45 tahun ini telah menekuni kegiatan menenun selama 1,5 tahun. (BP/ist)

Palembang, BP- Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Kekayaan budaya Kabupaten Lahat tak akan habisnya diungkap dan salah satunya adalah tenun.

Timbul sebuah pertanyaan apakah masyarakat Kabupaten Lahat juga mengenal seni tenun? Dari penelusuran penulis, di Kabupaten Lahat sejak masa Hindia Belanda sudah mengenal seni tenun, sekarang telah dihidupkan kembali dan menghasilkan kain tenun dengan motif lawas.

Di desa Rambai Kaca Kecamatan Sukamerindu Kabupaten Lahat terdapat satu sosok yang masih menjaga dan melestarikan warisan budaya leluhurnya. Namanya Sri Amala Dewi yang sering dipanggil Mala, sosok wanita berumur 45 tahun ini telah menekuni kegiatan menenun selama 1,5 tahun.
“Aku melakukan ini untuk melestarikan warisan budaya leluhur kite ujar Mala dengan semangat ketika kami menemui di rumahnya, Sabtu (28/9).

Baca Juga:  Alex Dorong BUMD Baru Jual JSC

Motif tenunan yang dibuat oleh Mala berupa motif lawas khas daerah Pasemah atau Besemah yaitu perlung. Motif ini mengangkat kearifan lokal terutama motif pahatan yang ada di ghumah baghi seperti motif pucuk rebung, bunga kunyit, ijat lubai, mate punai, mate langgai, bintang bekurung, bintang betabur dan ulat panggang.

Mala menyambut kedatangan kami dengan ramah dan suka cita serta bercerita sejak awal dia ikut pelatihan menenun hingga sekarang sudah menjadi seorang penenun. Aku senang nian bisa menenun perlung ini apalagi yang mau belajar aku senang ngajarin kata Mala dengan senyum cerianya.

Baca Juga:  Kapitan Bong Su We di Pulau Kemaro dan Pangeran Saudagar Kutjing Palembang (Pertengahan abad ke-17 M hgg Pertengahan Abad ke-19 M) (Bagian Pertama)

Kain tenun yang berkembang di Kabupaten Lahat sejak masa Hindia Belanda disebut dengan kain perelung atau perlung. Saat ini kain perlung yang lama sudah tidak ditemukan lagi di Lahat karena sejak masa kolonial kain ini sudah menjadi primadona dan barang koleksi orang-orang Belanda, puncaknya dicari oleh para kolektor orang Indonesia yang datang ke desa-desa di Kabupaten Lahat tutur Mala sambil tangannya tetap melakukan gerakan menenun.

Pada awalnya kain perlung ini hanya dimiliki dan dipakai oleh kalangan tertentu saja karena pembuatannya yang sulit dan rumit juga harganya yang mahal. Selain itu pemakaiannya juga pada waktu tertentu saja.

Dengan musnahnya kain perlung peninggalan leluhur ini maka Mala sangat semangat untuk menenun perlung dengan motif seperti motif lawas peninggalan leluhur walaupun kadang pembeli menawar kain perlungnya dengan harga murah. Aku nenun kain perlung ini kalo ade pesanan karena kalau aku buat stock kain perlung ini dan tak laku kan rugi kata Mala. Satu set benang yang sudah dipasang di alat tenun ini dapat menghasilkan satu motif untuk tiga kain perlung yang dikerjakan selama satu bulan.

Baca Juga:  1,7 juta Hektar DAS Sumsel Kritis

Tak terasa percakapan kami sudah berlangsung selama 3 jam dan kami berpamitan untuk kembali ke kota Lahat smoga nantinya akan muncul penenun perlung Pasemah (Besemah) sebagai bentuk pelestarian budaya daerah.#udi

 

Komentar Anda
Loading...