
Pemilu 2024: FKUB Diminta Tolak Politisasi SARA di Rumah Ibadah
TANGERANG, BP – Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) membantu pengawasan pada tahapan pemilihan umum (pemilu) 2024, salah satunya merumuskan strategi menolak politisasi SARA (suku, agama, ras, antar golongan) di rumah ibadah.
Hal ini dikatakan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat menjadi narasumber pada Rakornas Pemda dan FKUB Kemendagri di Tangerang, Banten, Selasa (28/2/2023). Bagja memandang intoleransi berpotensi terjadi pada gelaran Pemilu 2024. Maka dia merasa potensi ini dapat ditekan dengan kerja bersama FKUB.
Bagja menuturkan potensi intoleransi berasal dari globalisasi yang menyebabkan nilai-nilai toleransi terkikis, lalu demokrasi yang didominasi masyarakat kelas menengah.
Selain itu menurutnya, perihal perkembangan media sosial (medsos) juga memberikan dampak negatif penyebaran hoaks di internet masih tinggi. Lalu, kurangnya pendidikan pengetahuan atau pendidikan politik di tengah masyarakat itu juga memicu intoleransi.
“Yang akan paling meriah nantinya adalah penggunaan politik identitas baik terkait suku dan agama,” Bagja menjelaskan.
Bagja meminta FKUB membangun pola komunikasi bersama Bawaslu, ia berpandangan ada model pendekatan kelompok masyarakat yaitu membentuk forum warga pengawasan pemilu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, Gempar (Gerakan Pengawas Partisipatif Pemilu) termasuk menggandeng FKUB untuk menjaga pelaksanaan pilkada berintegritas.
“FKUB perlu dilibatkan karena merupakan lembaga kerukunan terbesar, baik secara Nasional maupun Internasional, yang terdiri dari 545 lembaga FKUB di 34 provinsi, 98 kota dan 413 kabupaten,” ucap dia.
Dalam pengawasan Pemilu dan Pilkada Bagja pun meminta FKUB mendukung Bawaslu menjadi mitra kerja untuk perumusan strategi tolak politisasi SARA di rumah-rumah ibadah, menjadi pengawas partisipatif yang turut aktif memberikan sosialisasi aturan tentang pemilihan, bekerja sama dengan penyelenggara pemilu untuk mengedepankan politik-politik ide demi menyejukan iklim pemilu.
“Sebab yang penting kerukunan umat beragama, semua orang punya hak melakukan keagamaannya. Tapi ingat semua orang juga punya hak memilih dan itu dilindungi negara. Itu yang kami jaga sebagai penyelenggara pemilu di Indonesia,” alumnus Universitas Indonesia ini menuturkan.#gus