Fungsi Kesehatan Hewan dan Perternakan di Sumsel Stagnan

BP/DUDY OSKANDAR
Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar rapat bersama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (DHI) Cabang Sumsel , Ikatan Sarjana Perternakan Indonesia (ISPI) Cabang Sumsel , Asosiasi Obat Hewan Indonesia Cabang Sumsel , Asosiasi Perunggasan Sumatera Selatan (Ampera), Asosiasi Inseminator Indonesia Cabang Sumsel diruang rapat Komisi I DPRD Sumsel, Senin (22/2).
Palembang, BP
Komisi I DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar rapat bersama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (DHI) Cabang Sumsel , Ikatan Sarjana Perternakan Indonesia (ISPI) Cabang Sumsel , Asosiasi Obat Hewan Indonesia Cabang Sumsel , Asosiasi Perunggasan Sumatera Selatan (Ampera), Asosiasi Inseminator Indonesia Cabang Sumsel diruang rapat Komisi I DPRD Sumsel, Senin (22/2).
Turut hadir Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar, anggota Komisi I DPRD Sumsel H Budiarto Marsul, Juanda Hanafiah, Saifuddin Aswari, Herman Ong, Thamrin, Ahmad Firdaus.
Menurut Drh Fafrizal MM, ada bentuk keperihatinan pihaknya asosiasi perhimpunan yang bergerak di bidang perternakan dan kesehatan hewan di Sumsel karena ada suatu fungsi kesehatan hewan dan perternakan di Sumsel sepertinya tidak bergerak untuk naik dan berkembang tapi lebih stagnan kemudian pihaknya mengkhawatirkan ada penurunan .
“Karena fungsi yang kami rasakan sangat rendah dan ini dialami asosiasi-asosiasi sendiri. Kita terlena terhadap program-program pemerintah yang dicanangkan berbentuk kegiatan tapi tidak menyentuh ke sektor riil , usaha bidang perternakan itu sendiri, ada suatu fungsi yang harus kami sampaikan bahwa pembangunan perternakan dan kesehatan tidak melulu ke utusan produksi dalam arti penambahan populasi tapi ada satu hal yang sangat akan menyentuh masyarakat dan ini akan menjadi bumerang,” katanya.
Masalah di sektor perunggasan menurutnya bila lebih dari 10 ribu unggas itu harus punya izin usaha perternakan dan Sumsel ada 7.500.000 dengan 300 lebih pengusaha diperunggasan
“ Masalahnya tidak ada satupun perusahaan perternakan ayam di Sumsel yang punya perizinan usaha akibatnya masalah pelayanan pembinaan ini akan terhambat dan terkait masalah NKV ini menjadi masalah karena NKV ini nomor kontrol venteriner itu sertifikasi yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap usaha perternakan ayam menjadi jaminan sanitasi dan higinis produk yang dihasilkan, ini akan berefek besar bagi masyarakat dimana siapa yang menjamin produk telur yang kita makan aman,” katanya.
Lalu masalah obat dimana perusahaan obat hewan yang ada di Sumsel ada 23 perusahaan obat hewan , setelah Pemkot Palembang mengeluarkan Perwali Nomor 44 tahun 2018 baru ada lima yang mengajukan untuk mengurus izin, sedangkan Pemprov Sumsel belum ada satupun perusahaan memiliki izin.
“ Akibatnya pelayanan, pembinaan karena obat yang diberikan ternak tanpa kontrol dokter hewan, sehingga terjadi ternak itu orang menggunakan obat-obatan tanpa kontrol, akibatnya kita yang makan ayam, makan sapi dosisnya yang jadi permasalahan, kita tidak bisa melakukan pembinaan kepada mereka, mereka tidak memiliki izin dan tidak ada keterikatan dengan pemerintah, ini harus ada pembinaan sehingga obat –obat ini terkontrol,” katanya.
Selain itu terkait perizinan belum ada tata peraturan yang mengatur tentang itu termasuk ada belum ada peraturan daerah di Sumsel yang mengatur penyelenggaraan perternakan dan kesehatan hewan.
Lalu menurutnya sekitar 90 persen sapi hewan kurban Sumsel berasal dari luar Sumsel yang pengawasan kesehatan hewan menjadi fungsi provinsi karena sapi Sumsel ada dari Jawa , NTB yang merupakan daerah yang tidak bebas dari zonosis (penyakit hewan yang bisa menular ke manusia) ini harus menjadi perhatian juga.
“Ada 18 kewenangan itu 80 persen kewenangan perternakan dan kesehatan hewan, lebih banyak lagi itu masalah ke kesehatan masyarakat veteriner, itu adalah penyakit menular ke orang, “ katanya.
Selain itu pihaknya melihat sejak di gabung Dinas Perternakan dan Ketahanan Pangan Sumsel fungsinya menjadi berkurang apalagi penempatan orang bukan orang punya kompetensi, ini menjadi persoalan.
“ Harapan kami walaupun itu tetap digabung , lebih bangus lagi dipisah kembali ke bentuknya sebelum tahun 2016 dengan adanya Dinas Perternakan dan Kesehatan Hewan sendiri,” katanya.
Sedangkan Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumsel , Ismail berharap dengan adanya perubahan nomenklatur ini nanti pengisian jabatan akan menjadi bahan masukan pihaknya kepada Gubernur Sumsel berdasarkan aspirasi dan masukan para dokter hewan akan menjadi pertimbangan Gubernur Sumsel.
Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar mengatakan, kalau permintaan untuk dinas perternakan, berdiri sendiri tapi menurut pihak BKD berdasarkan perundang-undangan itu harus digabung masih terus dipelajari pihaknya.
“ Masalah penempatan ASN disitu ternyata bukan kompetensinya ada lima disitu , disitu, mereka menyarankan ada profesi dokter disana minimal 3 dari lima posisi itu. OPD terkait belum kita undang karena ini baru audiensi saja mereka , jadi akan kita tindaklanjuti dengan memanggil OPD terkait ,” katanya.#osk