Kisah Andi Syarifuddin, Sang Penyelamat Manuskrip Kuno Palembang

173

BP/IST
Kms. H.Andi Syarifuddin Sag (berkopiah putih) bersama manuskrip kunonya, Minggu (14/1).

Manuskrip atau naskah kuno asal Indonesia tak semuanya tersimpan di dalam negeri melalui Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan lainnya. Sebagian tersimpan di luar negeri khususnya di Belanda. Sebagian lagi masih dipegang oleh kalangan masyarakat , seperti yang dilakukan oleh Kms. H.Andi Syarifuddin Sag, sang penyelamat manuskrip kuno Palembang.

Dimana hingga kini manuskrip atau naskah kuno Palembang tetap dijaganya dengan baik oleh Andi di kediamannya, Jalan Faqih Jalaluddin No.105 RT 7 19 Ilir Palembang.
Bagi Andi, menjaga dan merawat manuskrip kuno yang diwariskan keluarga secara turun temurun harus dijalankan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat.
Manuskrip –manuskrip kuno peninggalan terutama zaman Kesultanan Palembang Darussalam yang berusia ratusan tahun kini tersebar di beberapa tempat.
“ Ini semua adalah manuskrip dibuat dengan menggunakan tulisan tangan dan manuskrip paling tua berusia 300 tahun yang lalu, usia manuskrip ini ada 300 tahun , ada 200 tahun,ada catatan tangan dari tulisannya itu ditulis tahun 1700, usianya sekitar 3 abad, itu buku paling tua, lalu ada mushaf Al Quran ciri khas Palembang, ornament ciri khas Palembang,” katanya, Minggu (14/1).
Malahan di kediaman H Andi Syarifuddin, masyarakat dapat melihat secara langsung manuskrip-manuskrip kuno itu.

Baca Juga:  Jadikan Manuskrip Sebagai Sumber Primer

BP/IST
Kms. H.Andi Syarifuddin Sag (berkopiah putih) bersama manuskrip kunonya, Minggu (14/1).

“Zaman dulu belum ada percetakan , jadi untuk mendapatkan naskah-naskah atau buku-buku agama yang penting itu melalui salinan, menyalin , itulah dikenal naskah atau manuskrip,” katanya.
Di rumah itu menurutnya, terdapat ratusan judul manuskrip tulisan tangan para ulama dan pujangga yang hidup pada masa pemerintahan sultan yang pernah memimpin Kesultanan Palembang Darussalam. Di samping berisikan pelajaran mengenai agama Islam seperti fiqih, tasawuf, dan hadist, diantara dokumen dan buku kuno itu terdapat pula beberapa catatan sejarah mengenai Palembang.
Ketertarikan Andi Syarifuddin kepada dokumen dan naskah kuno bermula kala ia masih kuliah di IAIN Raden Fatah tahun 1990.
“Buku-buku itu dari turun menurun, dari ayah aku ke kakek aku, sejak kakek aku meninggal , Kyai Umar, namanya kyai mungkin dipelajarinya buku dan kitab-kitab itu, setelah beliau meninggal buku-buku dan manuskrip kuno dimasukkan dalam satu peti dan disimpan di pucuk loteng, karena ,kamar aku itu tuh dibawah loteng, saat aku lihat keatas kenapa ngelendot –ngelendot ini, saat aku naik peti isinya , kapan lihat buku semua isinya lalu aku turunkan lagi dan disusun dalam lemari, takut nanti di makan rayap, rusak kalau lama-lama tidak dipelihara, akhirnya aku peliharo sampai sekarang,” katanya.
Sejak manuskrip tersebut dirawat dan dipelihara , mulai ada ketertarikan dari para peneliti, selama ini orang tidak tahu keberadaan manuskrip kuno ini.
“ Ada jugo banyak, cuma menyebar di individu-individu masing-masing, tapi paling banyak aku yang menyimpan manuskrip kuno ini, makanya dari Jepang, Yayasan Naskah Nusantara itu nah ke Palembang meneliti dua hari ke rumah aku ini , tempat lain sebentar saja mereka, karena banyak tadi, akhirnya terbit, jadi buku katalog naskah Palembang di Jepang terbitnya tahun 2003 awal buku itu terbit,” katanya.
Bahkan menurut Andi, pemerintah pernah meminta padanya untuk menyerahkan manuskrip tersebut untuk selanjutnya akan disimpan di museum.Namun, hal itu ditolaknya dengan alasan dokumen, kitab, dan naskah kuno itu merupakan warisan keluarga yang harus tetap berada di lingkungan keluarga besarnya.
“Kendala manuskrip kuno ini pemeliharaannya, karena sering di makan rayap, seperti lemari kayu tempat menyimpan manuskrip kuno ini sudah rayapan, harusnya lemari besi atau lemari kaca,” katanya.
Andi mencontohkan, pemeliharaan naskah kuno seperti perpustakaan nasional atau di Belanda , naskah asli tidak bisa di pegang lagi namun di Perpustakaan Negara Malaysia bisa melihat dan memegang manuskrip kuno namun disiapkan sarung tangan .
“Di Malaysia lebih modern perawatan naskah kuno, setiap naskah yang rusak di laminating supaya awet dan suhu di perpustakaan di jaga , temperature serta pencahayaan itu berpengaruh ke naskah kalau tidak benar, kalau perawatan benar, tidak teturut kito, besak biaya, kita sekadar tradisional, kasih kapur barus,” katanya.
Padahal dalam naskah kuno menurut Andi, banyak hal-hal yang bisa di gali menyangkut diantaranya sejarah, pengobatan.
”Kalau biso di terjemahkan bisa menjadi obat alternative dan sifatnya herbal, tidak ada kimia, dari obat sakit kepala, obat sakit mato sampai lemah sahwat, ada semua,” katanya.#Dudy Oskandar

Komentar Anda
Loading...